Hak Cipta di Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Konsep hak cipta di Indonesia merupakan terjemahan dari konsep copyright dalam bahasa Inggris (secara harafiah artinya "hak salin"). Copyright ini diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak. Sebelum penemuan mesin ini oleh Gutenberg, proses untuk membuat salinan dari sebuah karya tulisan memerlukan tenaga dan biaya yang hampir sama dengan proses pembuatan karya aslinya. Sehingga, kemungkinan besar para penerbitlah, bukan para pengarang, yang pertama kali meminta perlindungan hukum terhadap karya cetak yang dapat disalin.
Awalnya, hak monopoli tersebut diberikan langsung kepada penerbit untuk menjual karya cetak. Baru ketika peraturan hukum tentang copyright mulai diundangkan pada tahun 1710 dengan Statute of Anne di Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan penerbit. Peraturan tersebut juga mencakup perlindungan kepada konsumen yang menjamin bahwa penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut setelah transaksi jual beli berlangsung. Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu selama 28 tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik umum.
Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works ("Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra" atau "Konvensi Bern") pada tahun 1886 adalah yang pertama kali mengatur masalah copyright antara negara-negara berdaulat. Dalam konvensi ini, copyright diberikan secara otomatis kepada karya cipta, dan pengarang tidak harus mendaftarkan karyanya untuk mendapatkan copyright. Segera setelah sebuah karya dicetak atau disimpan dalam satu media, si pengarang otomatis mendapatkan hak eksklusif copyright terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya derivatifnya, hingga si pengarang secara eksplisit menyatakan sebaliknya atau hingga masa berlaku copyright tersebut selesai.
Pada tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi Bern agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karsa bangsa asing tanpa harus membayar royalti.
Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia[1]. Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku.
Perubahan undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam pergaulan antarnegara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization – WTO), yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Propertyrights - TRIPs ("Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual"). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty ("Perjanjian Hak Cipta WIPO") melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997
B.  RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas maka penulis dapat menarik beberapa indikator masalah untuk dibahas secara deskriptif. Adapun masalah dari Hak cipta yang ada di indonesia saat ini yaitu sebagai berikut :
1.     Apa sajakah  hak cipta yang dilindungi dan apa saja hak cipta yang tidak dilindungi....?
2.    Apa sajakah  sanksi yang diberikan pada pelanggaran hak cipta....................................?
3.     Apa sajakah perkecualian dan batasan dari hak cipta......................................................?

C.  TUJUAN

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1.     Untuk mengetahui hak cipta yang dilindungi dan apa saja hak cipta yang tidak dilindungi
2.    Untuk mengetahui sanksi yang diberikan pada pelanggaran hak cipta
3.     Untuk memahami perkecualian dan batasan dari hak cipta

D. MANFAAT

adapun manfaat yang dapat diambil oleh penulis dan pembaca makalah ini adalah sebagai bahan referensi keilmuwan tentang Hak cipta yang ada di indonesia serta hal-hal yang relevan dengan Hak cipta.



BAB II
PEMBAHASAN

UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak yang mengatur karya intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan diberikan pada ide, prosedur, metode atau konsep yang telah dituangkan dalam wujud tetap. Untuk mendapatkan perlindungan melalui Hak Cipta, tidak ada keharusan untuk mendaftarkan. Pendaftaran hanya semata-mata untuk keperluan pembuktian belaka. Dengan demikian, begitu suatu ciptaan berwujud, maka secara otomatis Hak Cipta melekat pada ciptaan tersebut. Biasanya publikasi dilakukan dengan mencantumkan tanda Hak Cipta.
Perlindungan hukum terhadap pemegang Hak Cipta dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya semangat mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Ada beberapa istilah yang sering digunakan dalam Hak Cipta, antara lain:
Pencipta: adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
Ciptaan: adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
Hak Cipta: hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan ? pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemegang Hak Cipta: adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
Pengumuman: adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apa pun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.
Perbanyakan: adalah penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.
Lisensi: adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
A.    Ciptaan yang dilindungi
Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menetapkan secara rinci ciptaan yang dapat dilindungi, yaitu:
  • buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
  • ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
  • alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
  • lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
  • drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
  • seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
  • arsitektur;
  • peta;
  • seni batik;
  • fotografi;
  • sinematografi;
  • terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
 Ciptaan yang tidak diberi Hak Cipta
Sebagai pengecualian terhadap ketentuan di atas, tidak diberikan Hak Cipta untuk hal-hal berikut:
  • hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  • peraturan perundang-undangan;
  • pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  • putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  • keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.


B.   Pelanggaran dan Sanksi
Dengan menyebut atau mencantumkan sumbernya, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta atas:
  • penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
  • pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan;
  • pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:
    • ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
    • pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
  • perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial;
  • perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang non komersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
  • perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan bangunan;
  • pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Menurut Pasal 72 Undang-Undang Hak Cipta, bagi mereka yang dengan sengaja atau tanpa hak melanggar Hak Cipta orang lain dapat dikenakan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Selain itu, beberapa sanksi lainnya adalah:
  • Menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta dipidana dengan dengan pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun dan/atau denda maksimal Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
  • Memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

C.      Perkecualian dan batasan hak cipta
Perkecualian hak cipta dalam hal ini berarti tidak berlakunya hak eksklusif yang diatur dalam hukum tentang hak cipta. Contoh perkecualian hak cipta adalah doktrin fair use atau fair dealing yang diterapkan pada beberapa negara yang memungkinkan perbanyakan ciptaan tanpa dianggap melanggar hak cipta.
Dalam Undang-undang Hak Cipta yang berlaku di Indonesia, beberapa hal diatur sebagai dianggap tidak melanggar hak cipta (pasal 14–18). Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah "kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan". Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Selain itu, seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta) program komputer dibolehkan membuat salinan atas program komputer yang dimilikinya, untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/e/e1/RNC_04_protest_45.jpg/250px-RNC_04_protest_45.jpg

Hak cipta foto umumnya dipegang fotografer, namun foto potret seseorang (atau beberapa orang) dilarang disebarluaskan bila bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari orang yang dipotret. UU Hak Cipta Indonesia secara khusus mengatur hak cipta atas potret dalam pasal 19–23.
Selain itu, Undang-undang Hak Cipta juga mengatur hak pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan atau mewajibkan pihak tertentu memperbanyak ciptaan berhak cipta demi kepentingan umum atau kepentingan nasional (pasal 16 dan 18), ataupun melarang penyebaran ciptaan "yang apabila diumumkan dapat merendahkan nilai-nilai keagamaan, ataupun menimbulkan masalah kesukuan atau ras, dapat menimbulkan gangguan atau bahaya terhadap pertahanan keamanan negara, bertentangan dengan norma kesusilaan umum yang berlaku dalam masyarakat, dan ketertiban umum" (pasal 17)[2]. ketika orang mengambil hak cipta seseorang maka orang tersebut akan mendapat hukuman yang sesuai pada kejahatan yang di lakukan
Menurut UU No.19 Tahun 2002 pasal 13, tidak ada hak cipta atas hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim, ataupun keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya (misalnya keputusan-keputusan yang memutuskan suatu sengketa). Di Amerika Serikat, semua dokumen pemerintah, tidak peduli tanggalnya, berada dalam domain umum, yaitu tidak berhak cipta.
Pasal 14 Undang-undang Hak Cipta mengatur bahwa penggunaan atau perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli tidaklah melanggar hak cipta. Demikian pula halnya dengan pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
Asosiasi Hak Cipta di Indonesia antara lain:
·       KCI : Karya Cipta Indonesia
·       ASIRI : Asosiasi Indrustri Rekaman Indonesia
·       ASPILUKI : Asosiasi Piranti Lunak Indonesia
·       APMINDO : Asosiasi Pengusaha Musik Indonesia
·       ASIREFI : Asosiasi Rekaman Film Indonesia
·       PAPPRI : Persatuan Artis Penata Musik Rekaman Indonesia
·       IKAPI : Ikatan Penerbit Indonesia
·       MPA : Motion Picture Assosiation
·       BSA : Bussiness Sofware Assosiation

Hak eksklusif

Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:
·       membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik),
·       mengimpor dan mengekspor ciptaan,
·       menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),
·       menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum,
·       menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.
Yang dimaksud dengan "hak eksklusif" dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.
Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk "kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun"[2].
Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula "hak terkait", yang berkaitan dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku karya seni (yaitu pemusik, aktor, penari, dan sebagainya), produser rekaman suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka masing-masing (UU 19/2002 pasal 1 butir 9–12 dan bab VII). Sebagai contoh, seorang penyanyi berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya.
Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi, dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V).
Banyak negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara inter alia juga mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut.
Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan[2]. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.



Contoh kasus 1

PERLINDUNGAN UNDANG-UNDANG HAK CIPTA TERHADAP PELANGGARAN HAK CIPTA UNTUK PROGRAM KOMPUTER

Pembatasan Hak Cipta untuk program komputer Close Source berdasarkan UUHC pasal 14 huruf g, yaitu terhadap pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik copy program komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri. Karena seorang pembeli hanya memiliki hak sebatas untuk menggunakan atau mengambil manfaat dari program komputer untuk kepentingannya sendiri tanpa batas waktu, sehingga jika kemudian pembeli program komputer menggandakan kembali atau menyewakan program komputer tersebut untuk tujuan komersil itu tidak dibenarkan.
Karena dalam jangka waktu 50 tahun suatu program sudah mengalami perubahan dan pemodifikasian sangat pesat. Sehingga tidak mustahil, program yang diumumkan 50 tahun yang lalu saat ini sudah tidak digunakan lagi, bahkan sudah tidak dikenal oleh generasi pengguna komputer sekarang. Contoh konkrit adalah program Lotus 123 yang kurang lebih 10 tahun yang lalu begitu dikuasai oleh para pengguna namun sekarang jarang sekali ada pengguna yang masih menggunakan program ini untuk dijalankan pada komputernya. Maksud dan tujuan dibatasinya jangka waktu perlindungan untuk setiap karya cipta agar pada karya tersebut ada fungsi sosialnya menjadi tidak terpenuhi untuk karya cipta program komputer. Sebabnya nilai ekonomis dari sebuah program kurang lebih hanya tiga tahun, setelah waktu tersebut program akan terus berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bermunculan program-program baru, program lama akan dengan sendirinya ditinggalkan.
Perlu diingat bahwa penggunaan program komputer bukan untuk dinikmati karena keindahan dan estetikanya, tetapi karena kegunaannya atau berhubungan dengan fungsi dari program komputer itu sendiri. Ditambah lagi, dalam UUHC ada ketentuan yang mengecualikan program komputer dari tindakan perbanyakan yang dilakukan secara terbatas oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan, atau pendidikan dan pusat dokumentasi yang komersil yang semata-mata dilakukan untuk kepentingan aktivitasnya sehingga tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta. Dengan demikian tidak mengherankan jika sekarang banyak terjadi pembajakan program komputer, karena kebutuhan masyarakat terhadap komputer meningkat tetapi tidak diikuti dengan kemampuan membeli lisensi dengn harga relatif mahal, juga masyarakat tidak mempunyai cara lain untuk mendapatkan program dengan harga murah selain dengan membeli CD program bajakan. Hak Untuk menuntut Jika Terjadi Pelanggaran Indonesia telah memberikan perlindungan terhadap program komputer melalui UUHC yang terus disempurnakan, terakhir pada tahun 2002.
BENTUK-BENTUK PELANGGARAN TERHADAP PROGRAM KOMPUTER OPEN SOURCE
Untuk pelanggaran Hak Cipta dibidang komputer selain karena dilakukan perbanyakan dan pendisribusian tanpa izin dari pemegang Hak Cipta ada juga sebab lain yaitu apabila antara dua buah program komputer memiliki Source Code yang sama. Maka dimungkinkan telah terjadi peniruan terhadap salah satu program komputer, namun seberapa besarkah kesamaan dari Source Code tersebut sehingga dikatakan melanggar Hak Cipta. Konsep UUHC kita tidak memberikan perlindungan memberikan perlindungan yang bersifat kuantitatif, yaitu yang mengatur seberapa besar kemiripan antara kedua program komputer.
Untuk pelanggaran Hak Cipta dibidang komputer selain karena dilakukan perbanyakan dan pendisribusian tanpa izin dari pemegang Hak Cipta ada juga sebab lain yaitu apabila antara dua buah program komputer memiliki Source Code yang sama. Maka dimungkinkan telah terjadi peniruan terhadap salah satu program komputer, namun seberapa besarkah kesamaan dari Source Code tersebut sehingga dikatakan melanggar Hak Cipta. Konsep UUHC kita tidak memberikan perlindungan memberikan perlindungan yang bersifat kuantitatif, yaitu yang mengatur seberapa besar kemiripan antara kedua program komputer.
  1. Dalam lisensi ini biasanya mencakup ketentuan,
  2. Software tersebut boleh diinstal hanya pada satu mesin.
  3. Dilarang memperbanyak software tersebut untuk keperluan apapun (biasanya pengguna diberi kesempatan membuat satu buah backup copy).
  4. Dilarang meminjamkan software tersebut kepada orang lain untuk kepentingan apapun.
Berdasarkan batasan di atas maka tindakan menginstal program komputer ke dalam lebih dari satu mesin atau diluar ketentuan yang dikeluarkan oleh satu lisensi, pinjam meminjam program komputer dan menginstalnya, mengkopi atau memperbanyak program komputer tersebut, dapat dikategorikan sebagai tindakan pembajakan. Untuk pelanggaran Hak Cipta program komputer di Indonesia, paling banyak dilakukan pada Microsoft Software yaitu dengan dilakukan perbanyakan program komputer tanpa seijin perusahaan Microsoft.
Menurut Microsoft ada lima macam bentuk pembajakan software, diantaranya:
  1. Pemuatan ke Harddisk: Biasanya dilakukan seseorang saat membeli personal komputer generik di toko komputer, yang oleh penjual langsung di install satu sistem operasi yang hampir seratus persen adalah Windows.
  2. Softlifting: Jika sebuah lisensi dipakai melebihi kapasitas penggunaannya seperti ada lima lisensi tetapi dipakai di sepuluh mesin komputer.
  3. Pemalsuan: Penjualan CDROM ilegal d.Penyewaan Software.
  4. Downloading Ilegal: Mendownload sebuah program komputer dari internet. Hukum copyright atau Hak Cipta yang melindungi ekspresi fisik dari suatu ide misal tulisan, musik, siaran, software dan lain-lain tumbuh ketika proses penyalinan dapat dibatasi tetapi untuk saat ini sulit untuk mencegah dilakukan penyalinan tersebut sehingga usaha untuk menerapkan monopoli pada usaha kreatif menjadi tidak beralasan.
Contoh kasus 2
HAK CIPTA NESTLÉ INDONESIA
Semua materi, merek dagang dan/atau hak kekayaan intelektual lain dalam situs ini adalah milik Nestlé Indonesia dan/atau perusahaan induk dan/atau perusahaan afiliasinya, dan materi yang terdapat dalam situs ini dicantumkan dengan seijin dari pemilik materi yang bersangkutan, dan oleh karenanya dilindungi oleh Undang-Undang RI No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta .
Dilarang memodifikasi, isi situs ini. Dilarang mengkopi, memperbanyak, meminjamkan, mengirimkan, menjual, menyebarkan termasuk menyiarkan materi-materi yang ada untuk kepentingan yang bersifat komersial.
Dengan menjelajahi situs ini memungkinkan anda untuk mengakses situs-situs di luar situs Sahabat Nestlé, dan dalam hal ini Nestlé Indonesia tidak bertanggung jawab atas isi, akurasi dan fungsi atas situs-situs diluar situs Sahabat Nestlé tersebut. Akses keluar dari situs Sahabat Nestlé dilakukan dengan itikad baik, dan karenanya Nestlé Indonesia tidak bertanggung jawab atas perubahan-perubahan pada situs-situs diluar situs Sahabat Nestlé tersebut.
Baik Nestlé Indonesia dan/atau perusahaan induk dan/atau perusahaan afiliasinya, maupun pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Nestlé Indonesia untuk pembuatan dan produksi situs ini, tidak bertanggungjawab atas segala kerugian dan kerusakan baik langsung maupun tidak langsung termasuk segala biaya yang anda keluarkan sehubungan dengan penjelajahan dan/atau penggunaan atas situs ini.
Isi situs ini dapat diubah, diperbaiki dan/atau diperbaharui sewaktu-waktu oleh Nestlé Indonesia atau pihak-pihak yang ditunjuk oleh Nestlé Indonesia. Nestlé Indonesia tidak bertanggung jawab atas kerusakan dalam bentuk apapun baik atas komputer maupun barang-barang milik anda yang lain, yang terinfeksi karena virus atau lainnya, sebagai akibat pengaksesan, atau download atas meteri apapun dalam situs ini.
Data-data personal yang dikirimkan ke situs Sahabat Nestlé dijaga kerahasiaannya. Segala informasi yang anda sampaikan ke Nestlé Indonesia melalui internet (termasuk saran, ide, komentar, gambar dan lain-lainnya) menjadi dan akan menjadi milik Nestle Indonesia dan/atau perusahaan induk dan/atau perusahaan afiliasinya. Nestlé, perusahan induk dan/atau perusahaan afiliasinya berhak untuk menggunakan informasi-informasi tersebut (kecuali data-data yang bersifat pribadi) tanpa ada batasandan tanpa ada kewajiban untuk memberikan kompensasi dalam bentuk apapun kepada anda atau pihak manapun.
KEBIJAKAN DATA PRIBADI
Nestlé tidak menjual, menyewakan atau menyediakan segala data personal yang dikirimkan oleh para pengunjung situs kami kepada pihak ketiga manapun. Data personal yang kami maksud dalam hal ini adalah nama, alamat, nomor telepon/faksimili dan alamat email anda. Informasi ini tidak akan kami gunakan untuk penjualan langsung atau untuk menindaklanjuti hal-hal yang tidak diminta oleh anda sebelumnya, kecuali anda telah memberikan persetujuan kepada kami untuk hal-hal tersebut pada saat anda mengirimkan data anda kepada kami. Dengan persetujuan anda, Nestlé akan menggunakan informasi ini untuk tujuan-tujuan tertentu seperti:
  • Mengirimkan publikasi kami atau surat-surat lain kepada anda;
  • Mengirimkan press release maupun pemberitahuan lain melalui email kepada anda;
  • Mengirimkan produk atau hadiah.
Hanya pegawai Nestlé Indonesia yang ditunjuk atau agensi kami (yang telah setuju untuk memegang informasi secara aman) yang mempunyai akses ke data personal tersebut. Nestlé akan menggunakan statistik data identifikasi non-personal (seperti karakteristik pengunjung situs kami, lokasi pengunjung situs kami, umur, gender) untuk mengoptimalisasi situs kami sebagai bagian dari kesinambungan proses review internal kami, yang secara umum merupakan sarana untuk mempelajari lebih lanjut para konsumen dari produk kami. Informasi ini tidak akan diberikan oleh Nestlé kepada pihak ketiga manapun kecuali agen yang ditunjuk untuk mengolah data tersebut. Anak-anak dan remaja dibawah umur disarankan untuk mendapat ijin dari orang tua atau walinya sebelum mereka mengirimkan data personal mereka ke situs Nestlé. Penjelajahan internet oleh anak-anak di bawah umur harus di bawah pengawasan orang dewasa/orang tuanya. Seluruh data yang Nestlé terima kami anggap benar dan telah dikirimkan oleh pihak yang berwenang untuk memberikan data-data tersebut. Dengan mengunjungi situs ini memungkinkan anda untuk mengakses situs lain selain situs Nestlé, yang mungkin tidak mempunyai kebijakan tentang data personal, dan oleh karenanya kami menyarankan kepada anda untuk mengecek sendiri kebijakan personal data dari situs tersebut sebelum anda mengirimkan informasi tentang data personal anda kepada situs di luar situs Nestlé.

BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Pada era tahun 1980 sampai dengan 1986 ketika perusahaan software sangat kuatir dengan masalah penyalinan ini, mereka memanfaatkan teknik proteksi disk yang membuat orang sulit menyalin disk atau program. Tetapi hal ini menyebabkan pengguna mengalami kesulitan untuk menggunakannya, maka setelah perusahaan perangkat lunak menyadari bahwa mereka tetap memperoleh keuntungan yang besar dari hal lain seperti servis dan pembelian perangkat lunak asli yang tetap tinggi maka mereka meniadakan proteksi penyalinan ini. Batasan-batasan yang diberikan oleh UUHC terhadap penggunaan program komputer menyebabkan banyak perbuatan yang dikategorikan sebagai perbuatan yang melanggar Hak Cipta.oleh karena itu kita sebagai warga negara indonesia harus mentaati hukum yang berlaku.
B.  Saran
Saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah kiita sebagai warga negara indonesia harus mengutamakan persamaan dan kesamaan hak terhadap suatu hak cipta yang ada di indonesia pada saat ini mengingat fenomena yang ada saat-saat ini tentang penjiplakan suatu ciptaan sangat marak terjadi.oleh karena itu kita kembalikan kepada individu masing-masing.










DAFTAR PUSTAKA
Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, Alumni, Bandung, 2005.
Amiruddin dan Zainal, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.
Asosiasi Penerbit Musik Indonesia (APMINDO), Perlindungan Hukum Terhadap Karya Cipta Lagu, APMINDO, Tanpa Kota Penerbit, 2003.
Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005.
C.S.T. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2000.
Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, Alumni, Bandung, 2005.
Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Lisensi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.
Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, St. Paul Minn, West Publishing, 1991
Husein Audah, Hak Cipta dan Karya Cipta Lagu atau Musik, Pustaka Litera Antar Nusa, Bogor, 2003.
Introduksi KCI, Lisensi Hak Cipta Musik Sedunia, Yayasan Karya Cipta Indonesia, Tanpa Tahun.
Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003
 Munir Fuady, Arbitrase Nasional-Alternatif Penyelesaian Sengketa, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.
Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights, dan Collecting Society, Alumni, Bandung, 2008.
Rachmadi Usman, Hukum HKI, Alumni, Bandung, 2003.




0 komentar:

Posting Komentar