ANTARA KEPENTINGAN DAN
KEBERSAMAAN
Independensi pers senantiasa di uji dalam menghadapi
pekembangan zaman pola hidup konsumeristik mengarahkan kita pada pola hidup
yang serba instan dan pragmatis. Kehidupan ala barat ini menyerang
habis-habisan pada kehidupan bernegara, tak terkecuali pada dunia pers itu
sendiri. Independensi jurnalistik yang telah diatur dalam konstitusi kita yaitu
UU No.40 tahun 1999 menjadi acuan bagi para jurnalistik dalam hal menjalankan
tugas yang di embannya. Tentu menyajikan informasi bagi masyarakat luas, dalam
proses ini acap kali sangat banyak jurnalis di perhadapkan dengan
fenomena-fenomena kepentingan yang bersifat praktis dan pragmatis rayuan-rayuan
mereka yang berkepentingan terhadap pemberitaan tadi, dalam konteks inilah
pentingnya filter sang penyaji informasi di butuhkan. Karena tanpa
mengeyampingkan aturan yang telah ada terkadang sebagai insan biasa khilaf dan
salah selalu membarengi dalam hal menjalin hidup, trmasuk sang penyaji
informasi.
Sulawesi
tenggara yang pada tahun ini akan melaksanakan pemilihan kada di lima daerah
menjadi satu tantangan yang sangat berat baik dalam proses pencarian berita
maupun penyajiannya. Kenapa salah satu instrument strategis dlam hal
mempopulerkan partai maupun diri para kandidat adalah melalui media masa cetak
maupun elektronik. Hal ini membuat media tadi akan semakin mahal nilainya
sehingga berkemungkinan mereka yang memiliki kapital besar yang akan sering
menghiasai media yang ada di Sulawesi Tenggara maupun media nasional olehnya fungsi
kontrol dari lembaga-lembaga terkait sangat penting dalam hal menjaga kemurnian
pemberitaan karena akan sangat berdampak pada keberlangsungan kehidupan
berdemokrasi yang baik didaerah bangsa yang baru menapak selangkah demi
selangkah meninggalkan trauma orde baru
dan dikagetkan dengan kapitalisme ala neoliberal.
Pola
hidup kapital membuat seseorang cenderung memikirkan diri sendiri alias
kepentingan pribadi. Kehidupan leluhur kita yang sangat kental dengan semangat
kebersamaan atau yang sering di praktekkan dalam suasana gotong royong. Sebutan
yang sudah sangat terjadi di kehidupan
saat ini, palingan akan tampak jika ada pernikahan atau ada yang meninggal
namun pada kehidupan social keseharian lainnya hidup saling membantu, merasakan
susah jikalau orang lain mendapat musibah dan akan membantu hal ini sudah
sangat jarang semisal kejadian kemanusiaan di palestina akibat serangan bangas
Israel disaat panas-panasnya kejadian ini, bangsa kita asyik menonton video porno yang
terindikasi melibatakan artis papan atas
aril peterpan, luna maya, dan seterusnya. Inikah tujuan funding father yang di
cantumkan dalam pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia ikut
melaksanakan perdamaian dunia. Lain dari pada itu, kehidupan kemasyarakatan
kita sudah terlampau jauh dari jati diri bangsa ini rasa sosial kita semakin
menurun, moralitas semakin anjlok korupsi dimana-mana mungkin kita butuh
pengadilan Tuhan untuk mendapat keadilan di bangsa ini menjadi bisa kemudian
kalo kita melihat realitas kehidupan kebangsaan saat ini para penegak hukum
melanggar hukum, pak kyai menikah sangat banyak bahkan dengan gadis di bawa
umur. Sangat beragam problem yang harus kita sebut selebihnya semoga segala
soal kebangsaan kita dapat teratasi dan maju terus Indonesia……………
Contoh
kasus.
KONSORSIUM LEMBAGA
MAHASISWA DAN MASYARAKAT BERSATU
Desa
Wulu, Desa Talaga I, Desa Talaga II, Desa Talaga Besar dan Desa Kokoe, lima
desa ini merupakan wilayah daratan yang berada di Pulau Kabaena, Kecamatan
Talaga Raya, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Warga Talaga yang menolak
tawaran ganti-rugi yang tak setimpal oleh Pemerintah Daerah Buton dan PT. Arga
Morini Indah (PT. AMI). Perjuangan yang
selama ini dilancarkan oleh kawan aktifis dan warga baru terexpose sejak
sebulan lalu ini menuntut ganti-rugi yang layak, yang hingga kini belum menemui
titik terang.
Mayoritas
warga Telaga yang berjumlah lebih dari 6500 Kepala Keluarga (KK) menggantungkan
nasibnya dari menjala ikan dilaut dan para nelayan ini juga bekerja sebagai
petambak rumput laut, ada juga yang mmenggembur tanah subur untuk keperluan
berkebun jambu mete dan mengolahnya denga cara konfensional atau juga menanami
pohon jati, mandi dan menimbah air minum dari sungai Kalimbungu yang jernih
kini air sungai telah berubah kuning-keruh berlumpur dan membawa begitu banyak
limbah penambangan, rembesannya mencemari air laut sehingga kawasan pesisir
pantai berubah keruh membuat budidaya tambak rumput laut warga menjadi rusak,
didarat terjadi penebangan tanaman warag dan ekspansi plus pecaplokan untuk
wilayah penambangan tanpa ganti-rugi, ini tidak lain adalah coraknya
kapitalisme primitive yang berinvestasi dengan cara menghancurkan tenaga
produktif. Walau dihantui ketakutan, dijepit ditengah kepentingan besar
korporasi dan rezim inlander yang mengancam, namun derita yang terus mengalir
sudah naik ke ubun, batu penghalang apapun akan dipecahkan. Tanpa pikir
panjang, beramai-ramai warga secara spontan menuntut kepada perusahaan dan
kemudian kepada pemerintah, dan setiap saat dilakukannya pertemuan, dialog
ataupun aksi, warga terus menabung banyak pengalaman dan semakin mudah memahami
consensus busuk pemerintah.
Dengan
mengetuk pintu kekuasaan, para tokoh masyarakat telah berharap banyak
mendapatkan perhatian besar dari pemerintah dalam penyelesaian kasusnya. Namun
harapan itu tertumbuk dengan statement Bupati Buton, sehingga tawaran yang tak
“berkualitas” dari bupati semakin membuat amuk warga. Koneksi politik tidak
lagi diharap, lobby-lobby individual tak bisa lagi diandalkan, para loyer tidak
pernah membawa hasil. Rakyat bukan hanya menginsafi dera eksploitasi yang
mereka alami, tetapi juga sudah menginsafi keterbatasan-keterbatasan inisiatif
dan perjuangan formal semata. Rakyat yang didesak oleh situasi, merasa harus
memberikan pressure kepada pemerintah dan perusahaan yang mbalelo.
Aksi
gelombang pertama dilancarkan pada hari jum’at 9 april 2009, ribuan warga
secara spontan melakukan aksi boikot perusahaan selama dua hari di tempat
penambangan yang pada kesimpulannya melahirkan keputusan awal, dimana pihak
perusahaan akan membayar ganti rugi tanaman dan tanah warga untuk semua desa
yang berada dalam kawasan penambangan.
Dalam
“pertemuan akhir”, tanggal 19 april 2009 yang di pimpin langsung Bupati, warga
yang mengetahui dari pihak perusahaan bahwa uang ganti-rugi telah diserahkan ke
Pemda, mempertanyakan hal tersebut ;Mengapa uang kami tidak dikasih ? Bupati
Buton menjawab ; Dana ganti-rugi akan ditukar dengan raskin dan pembebasan
pajak (retribusi) desa untuk satu tahun ini. Ini dilakukan karena daeah yang di
tempati warga untuk berkebun merupakan tanah berstatus Hutan Produksi Terbatas
(HTP) yang sertifikasinya dikeluarkan dinas kehutanan sejak tahun 1990an.
Mendengarkan jawaban bupati tersebut, warga langsung wolk out, membubarkan
pertemuan dan mengusir bali bupati dan Timnya dari desa, sebab ganti-rugi yang
sudah diberikan justru dimakan oleh Pemda Buton.
Penangkap
Masyarakat dan Mahasiswa
Pada
tanggal 16 mei 2010 penambahan personil kepolisian (Brimob) dan melakukan
penangkapan kepada beberapa mahasiswa dan masyarakat yang dianggap sebagai otak
atau provokator amukan massa pada tanggal 15 mei 2010 tetapi tidak berhasil
karena dapat dihalangi oleh ratusan masyarakat yang berada disekitar kejadian,
niatan polisi untuk melakukan penangkapan tidak berhenti sampai disitu, ini
terbukti pada tanggal 17 mei 2010 pihak kepolisian kembali melakukan
penangkapan kepada mahasiswa dan masyarakat sekitar pukul 08.00 WITA (sementara
sarapan pagi) di dermaga PT. AMI desa Wulu, memanfaatkan situasi lengahnya
masyarakat yang kembali pulang bermalam di desa talaga.
Tanggal
18 mei 2010 penangkapan kembali dilakukan di Talaga, dimana pihak kepolisian
berhasil menangkap 7 orang warga dan pencarian untuk penangkapan masih
berlanjut sampai sekarang. Inilah potret Negara Indonesia yang katanya menganut
sistem demokrasi dan pihak kepolisisan seharusnya mengayomi, melindungi dan
melayani masyarakat, ternyata berbanding terbalik dengan tugas, poko, dan
fungsi (TUPOKSI) mereka, ini terbukti dengan penangakapan sejumlah mahasiswa dan
masyarakat talaga yang jelas-jelas
menuntut hak-hak mereka sebagai pemilik lahan dan agar-agar yang rusak akibat
pertambangan yang dilakukan oleh PT. AMI dan berakhir di jeruji besi POLRESTA
BAU-BAU.
Solusi
dari beberapa kasus social di atas antara lain sebagai berikut :
1.)
Universitas
Haluoleo yang notabene adalah universitas terbesar di Sultra yang merupakan
leboratorium kader dan harapan serta tumpuan bagi rakyat saentero Sulawesi
Tenggara maupun secara general kebangsaan. Hal ini menjadi tantangan yang amat
berat bagi Universitas yang sama-sama kita cintai ini untuk kemudian memberikan
sumbangsi pikiran serta dukungan kepada masyarakat atau orang tua kita yang di
lilit oleh pikiran modernisasi kapitalisme yang mengaggap orang besar itu
adalah raja dunia dan begitu pula sebaliknya.
2.)
Untuk
pemerintah kita seharusnya menjadi pengayom dan panutan yang lebih baik
lagi.agar kemudian masyarakat di negeri tercinta ini bisa memperoleh hidup
selayaknya dan mendapatkan perlakuan se adil-adilnya dan tidak mengabaikan hokum
yang ada.
3.)
Solusi
berikutnya adalah bagaimana pemerintah kita bisa dan dapat mengadakan atau
membuat panggung demokrasi untuk layanan masyarakat baik para aktivis kampus
ataupun yang lainnya.karena mengingat bagaimana perlakuan para elit bangsa ini
kepada para asset bangsa yang bernotabene mahasiswa pemikir intelek yang
sejatinya adalah benih-benih kemajuan untuk bangsa ini umumnya dan masyarakat
Sulawesi tenggara pada khususnya.yang sering sekali di perlakukan dengasn
sewenang-wenang di sebabkan pemerintah terkait tidak mau menemui masyarakat
atau mahasiswa yang meminta kepastian atau penjelasan mengenai suatu
permasalahan atau suatu probelematika.
4.)
Selanjutnya
dengan melihat budaya negative dulu dan budaya negative tersebut masih acap
kali di pakai pada masa sekarang.yaitu di mana kasus korupsi dimana-mana dan
budaya malu yang hilang dari para artis papan atas negeri ini yang kemudian
menambahkan tinta hitam dari proses perjalanan bangsa ini.tentu sangatlah
merisaukan bagi kita semua.oleh karena itu menurut saya solusi dari masalah
tersebut yaitu adalah dengan membatasi pergaulan bebas dan menghimbau kepada
pemerintah untuk menghilangkan budaya sogok-menyogok dari para kaum yang
berkapital atau berfinansial banyak.
0 komentar:
Posting Komentar