PERILAKU HIDUP



BAB 1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
     Semaraknya indonesia yang cukup prihatin pastinya tidak jauh dari perekonomian , satu hal yang merupakan sumber dari segala masalah adalah pendidikan. pendidikan adalah sumberDari segala masalah di negeri kita ini. Mengenai masalah pedidikan, perhatian pemerintah kita masih terasa sangat minim. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa/mahasiswa masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU Pendidikan kacau. Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita kedepannya makin terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga akibat dari kecilnya rata-rata alokasi anggaran pendidikan baik di tingkat nasional,dll.kalau hanya itu masalahnya , namun bagaimana perilaku mereka kedepannya??seperti maraknya korupsi yang terjadi, mereka saja bisa melakukan hal seperti itu padahal bukankah mereka berpendidikan ? tentu saja ini kemungkinan kurangnya moral. saya sebagai penulis bukannya sok suci atau merendahkan masalah seperti ini, namun bagaimana dengan orang-orang yang sebenarnya tidak merasakan akibat dari perbuatan mereka.mereka pasti akan berdemonstrasi atas perilaku orang - orang seperti itu .ini tidak hanya masalah orang yang melakukan kejahatan , tapi merupakan masalah terhadap orang yang kekurangan pendidikan moral .Masalah-masalah moral yang serius dihadapi oleh bangsa Indonesia antara lain menyangkut persoalan kejujuran, kebenaran, keadilan, penyelewengan, adu domba, fitnah, menipu, mengambil hak orang lain, menjilat dan perbuatan-perbuatan maksiat lain.
B. RUMUSAN MASALAH.
     Adapun masalah yang terdapat dari topik makalah ini antara lain sbb;
a.) Bagaimana idealnya ikhlas dalam beribadah itu.....?
b.) Cara dan penerapan prilaku jujur dalam sehari-hari.....?
c.) Contoh penerapan sifat kasih sayang dalam kehidupan sehari-hari......?
d.) Hakikat memberi maaf pada orang lain.........?
e.) Bagaimana memberi manfaat pada orang lain.........?
c. manfaat.
Manfaat dari makalah ini adalah agar kita dapat menanamkan budi-budi indah dalam kehidupan sehari-hari.

BAB 2
PEMBAHASAN


v IKHLAS DALAM BERIBADAH DAN BERAMAL.

Diantara akhlak seorang hamba terhadap Allah SWT adalah Ikhlas dalam beribadah dan beramal kepada-Nya. Ikhlas dapat diartikan sebagai upaya untuk memurnikan, membersihkan dan mensucikan hati dari segala sifat ragu dan was-was dalam meyakini dan menerima keesaan Allah, serta melakukan penyembahan terhadap-Nya dengan ketaatan penuh. Sedangkan berdasarkan Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 207
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاء مَرْضَاتِ اللّهِ وَاللّهُ رَؤُوفٌ بِالْعِبَادِ ﴿٢٠٧
Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.
dan surat Al Insan ayat 7-8
يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْماً كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيراً ﴿٧
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِيناً وَيَتِيماً وَأَسِيراً ﴿٨
Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana. Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.
Ikhlas itu adalah mengerjakan amal-amal yang didasarkan pada sunnah dan semata-mata mencari keridhaan Allah SWT.
Untuk mewujudkan keikhlasan dalam beribadah dan beramal kepada Allah, seorang hamba dituntut untuk beramal sesuai dengan ilmu, memiliki rasa takut hanya kepada Allah dan selalu memikirkan kematian. Dengan ilmu seorang dapat membedakan mana yang halal dan mana yang haram, mana yang baik dan mana yang buruk, mana amalan yang termasuk adat dan mana amalan yang termasuk syariat. Dengan memiliki rasa takut kepada Allah seseorang akan berusaha dan berupaya untuk selalu berhati-hati, baik dalam tindakan maupun dalam perbuatan. Dengan memikirkan kematian seseorang akan terdorong hatinya untuk melakukan ibadah kepada Allah dengan penuh kesungguhan dan diwarnai kekhusu’an.
Bila hal-hal diatas sudah meresap dalam diri seseorang, tentunya dia akan memiliki jiwa yang tenang dan memiliki kekuatan rohani yang besar sehingga sulit ditembus oleh syetan. Bila sudah demikian, orang itu akan dapat merasakaan alezatnya iman dan pada saatnya nanti jika dia meninggal, dia akan mendapat teman yang menyenangkan didalam kuburnya. Dan lebih jauh lagi, diakhirat kelak dia akan mendapatkan pahala yang sempurna dan memilkiki kedudukan sebagaimana kedudukan para nabi, para shiddiqun dan para syuhada.Orang yang ikhlas dalam beribadah dan beramal kepada Allah tidak pernah mengharapkan balas budi dari amal yang dia lakukan, tidak mengharapkan pujian orang lain dan tidak pamrih terhadap pangkat, jabatan dan kedudukan ” Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula ucapan terima kasih “.
Orang yang ikhlas dalam beribadah dan beramal kepada Allah senantiasa melupakan amal yang telah dia lakukan, orang yang ikhlas akan dapat menahan diri dari sikap kecewa bila amal yang dia lakukan tidak sesuai dengan harapan. Orang yang ikhlas dalam beribadah dan beramal kepada Allah dalam kesehariannya selalu ringan, lahap dan merasa nikmat dalam beramal. Selain itu orang yang ikhlas selalu meletakkan cinta dan benci, memberi atau tidak memberi dilakukan semata-mata karena Allah SWT. Itulah tanda-tanda orang yang ikhlas dalam beribadah dan beramal kepada Allah SWT yang telah disarikan dari beberapa ayat dalam Al Qur’an.
v BERLAKU JUJUR.

Perilaku jujur adalah perilaku yang teramat mulia. Namun di zaman sekarang ini, perilaku ini amat sulit kita temukan. Lihat saja bagaimana kita jumpai di kantoran, di pasaran, di berbagai lingkungan kerja, perilaku jujur ini hampir saja usang. Lihatlah di negeri ini pengurusan birokrasi yang seringkali dipersulit dengan kedustaan sana-sini, yang ujung-ujungnya bisa mudah jika ada uang pelicin. Lihat pula bagaimana di pasaran, para pedagang banyak bersumpah untuk melariskan barang dagangannya dengan promosi yang penuh kebohongan. Pentingnya berlaku jujur, itulah yang akan penulis utarakan dalam tulisan sederhana ini. Jujur berarti berkata yang benar yang bersesuaian antara lisan dan apa yang ada dalam hati. Jujur juga secara bahasa dapat berarti perkataan yang sesuai dengan realita dan hakikat sebenarnya. Kebalikan jujur itulah yang disebut dusta.

Dalam hadits dari sahabat 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu juga dijelaskan keutamaan sikap jujur dan bahaya sikap dusta.  Ibnu Mas’ud menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.
Jujur Sama Sekali Tidak Membuat Rugi
Inilah pentingnya berlaku jujur dalam segala hal, terkhusus lagi dalam hal muamalah atau berbisnis. Dalam berbisnis hal ini begitu urgent. Karena begitu banyak orang yang loyal pada suatu penjual karena sikapnya yang jujur. Namun sikap jujur ini seakan-akan mulai punah. Padahal sudah sering kita dengar perilaku jujur dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, dan ulama salafush sholeh lainnya. Mereka semua begitu semangat dalam memelihara akhlak yang mulia ini. Walaupun ujung-ujungnya, bisa jadi mereka merugi karena begitu terus terang dan terlalu jujur.Bandingkan dengan perangai jelek sebagian pelaku bisnis saat ini. Coba saja lihat secara sederhana pada penjual dan pembeli yang melakukan transaksi. “Mas, HP yang saya jual ini masih awet lima tahun lagi,” ucapan seseorang ketika menawarkan HP pada saudaranya. Padahal yang sebenarnya, HP tersebut sudah jatuh sampai sepuluh kali dan seringkali diservis. Perilaku tidak jujur ini pula seringkali kita saksikan dalam transaksi online (semacam pada toko online). Awalnya barang yang dipajang di situs, sungguh menawan dan membuat orang interest, tertarik untuk membelinya. Tak tahunya, apa yang dipajang berbeda jauh dengan apa yang sampai di tangan pembeli.
v  MENERAPKAN SIFAT KASIH SAYANG.

Dalam konteks ini kita dapat mengambil sebuah referensi tentang kebahagian.dimana kebahagian dapat tercapai bila di terapkannya sebuah kasih sayang yang abadi dalam kepribadian seseorang.unsur pokok kebahagian seseorang adalah watak dan kepribadiannyha,dimana keduanya sebagai sumber abadi bagi keridhaan dan amarahnya.seseorang yang berwatak cengeng memandang sesuatu sebagai bencana dan beban,sementara orang lain melihatnya sebagai tantangan mengasyikkab yang perlu di pelajari,dan orang ketiga akan melihatnya sebagai teka-teki atau mengandung makna tertentu.
     Seringkali Abu hanifah an-Nu’man berkata kepada muridnya-muridnya,”bila para sultan melihat kenikmaktan ilmu yang ada pada kita,mereka pasti akan menyerang kita dengan pedang.”
     Maksudnya,bila pun para penguasa itu dengan pedang-pedang mereka merampas berjilid-jilid ( buku ) ilmu pengetahuan didunia ini,selamanya mereka tidak akan mendapatkan kenikmatan yang di dapat oleh abu hanifah dan murid-muridnya di dalam buku-buku dan diskusi mereka.kesimpulannya adalah dengan menerapkan sifat kasih sayang pada sesama dan mampu membaca alam maka hidup kita pasti akan bahagia..insyallah,aminn.


v  MEMBERI MAAF.
Meski memaafkan adalah perbuatan mulia, tak seorang pun berhak memaksa orang untuk memaafkan. Bahkan Nabi Muhammad SAW pun tak bisa melakukannya.
Ada kisah terkenal tentang seorang anak muda yang mengalami sakaratul maut sedemikian lama, namun tak juga kunjung menemui ajal. Ketika para sahabat melaporkan keadaan ini kepada Rasulullah SAW, beliau menyuruh mereka menemui ibu si sakit dan memintanya agar sudi memaafkan bila si anak telah melakukan kesalahan terhadapnya.Tapi, ketika ditemui, si ibu berkeras tak mau memaafkan anaknya. Apakah “dosa” sang anak sehingga dia begitu keberatan memaafkan? Selidik punya selidik, ternyata akar persoalannya sekilas tampak sederhana. Konon, suatu malam, si ibu itu berulang-ulang memanggil sang anak dan memintanya membawakan air minum. Sang anak–saat itu sedang asyik tenggelam dalam shalat sunah–tampaknya abai pada panggilan ini. Setelah selesai shalat, barulah dia mengantarkan air minum yang diminta ibunya.Celakanya, mungkin karena terlalu lama, saat itu ibunya sudah kembali tidur.
Gagal merayu si ibu, para sahabat pun kembali kepada Rasulullah SAW dan menceritakan keadaan ini kepada beliau. Saat itu beliau langsung memerintahkan mereka untuk mengumpulkan sebanyak-banyak kayu bakar, dan menumpuknya di depan rumah si ibu.Demikianlah, setelah kayu bakar terkumpul, beliau meminta para sahabat untuk menyulutnya. Saat api sudah berkobar-kobar, Rasulullah SAW menemui si ibu dan berkata (kurang lebih): “Kalau tak kau maafkan anakmu, maka dia akan terbakar di neraka. Nah, daripada kelak engkau harus melihat anakmu terbakar di neraka, maka ada baiknya kubakar anakmu di sini sehingga engkau bisa melihatnya sekarang juga!”Demi melihat api yang berkobar dan anaknya yang siap dibakar, si ibu luluh juga. Betapapun marahnya, pada akhirnya dia tetap tak tega melihat sang anak dibakar di depan mata. Saat itu juga si ibu memaafkan dosa anaknya. Tak beberapa lama sang anak pun segera menemui ajal.Ada beberapa pelajaran yang bisa kita petik dari kasus itu. Pertama, sisi hukum. Kita tahu, secara legal formal tak ada yang berhak memaksa orang untuk memaafkan, apalagi memaksa orang tua–yang secara syari’ah ditempatkan dalam posisi superior–untuk memaafkan anaknya. Sementara secara faktual, ketersiksaan si anak dalam sakaratul maut jelas membutuhkan permaafan sang ibu agar tak berkepanjangan. Apa yang dilakukan Rasul SAW justru sebuah upaya menembus kebuntuan hukum tanpa harus menabrak prinsip-prinsip dasarnya. Dengan “menghadirkan” simulasi neraka, Rasul SAW sedang mempertontonkan secara kasat mata kepada si ibu tentang kondisi sang anak bila dia tak memaafkannya.
v    MEMBERI MANFAAT KEPADA ORANG LAIN.
DAMPAK MAFIA PERADILAN
Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antaramu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian harta orang lain dengan (jalan berbuat) dosa,padahal kamu mengetahui. (Al-Baqarah: 188).Peringatan Allah ini seharusnya selalu dipikirkan oleh siapa pun yang bersengketa di pengadilan. Sebab, mereka yang memakai suap, tekanan penguasa atau massa, kemampuan bersilat lidah, atau memperalat dalil dan aturan hukum guna memperdaya hakim dan lawan sengketa, akan diazab di akhirat. Nabi Muhammad SAW bersabda: ''Siapa pun yang merampas tanah orang lain secara zalim, walaupun hanya sejengkal, maka Allah akan mengalunginya kelak di hari kiamat dengan tujuh lapis bumi.'' (Hadis shahih riwayat Bukhari dan Muslim). Jika perampasan sejengkal tanah saja disiksa sedemikian pedih, lantas bagaimana dengan yang merampas hak milik ratusan atau ribuan orang, bahkan nyawa mereka, lewat keputusan/penetapan pengadilan? Sayangnya, banyak manusia tidak menjadikan keimanan sebagai pemimpin dan kaidah berpikir. Mereka lebih memilih membeli kenikmatan sesaat dengan menjual kebahagiaan abadi.Selain itu, sistem sekuler-kapitalis yang menuhankan materi, kekuasaan dan kemenangan fisik mendorong banyak orang berkuasa dan berharta untuk melakukan segala cara. Apalagi, hukum yang ada tidak memberi peluang pengoreksian kesalahan proses peradilan yang disengaja aparat berwenang, kecuali sebatas pemberian sanksi administratif.Maka, kala ulama, tokoh masyarakat dan militer, pers, dan rakyat cenderung mendiamkan atau takut terhadap mafia peradilan, kian beranilah mereka mempraktikkan kezaliman. Kian lama kian luas kerusakan, hingga sesuatu yang tidak masuk akal pun terjadi, seperti menyita aset-aset orang yang dituduh mencemarkan nama baik, memaksa memvonis orang tanpa bukti yang sah dan meyakinkan, mengadili orang miskin karena dituduh mencuri sandal bolong, dan lain-lain.Dikhawatirkan, hal ini menyeret makin banyak orang untuk berlaku serupa hingga akhirnya timbul opini umum bahwa praktik mafia peradilan adalah hal biasa, dan harus dikerjakan agar menang di pengadilan. Ini mirip wabah korupsi. Ketika kemungkaran telah tersebar, apalagi dianggap biasa, maka tibalah janji-Nya menghancurkan negeri sehancur-hancurnya (lihat QS Al-Israa, 17:16). Jelaslah, praktik mafia peradilan tak cuma berakibat buruk.

BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN

v KESIMPULAN.
dalam kehidupan ini, kadang kita memang menemukan kenyataan, kalau ternyata amal ibadah atau amal kebaikan yang kita lakukan dengan sembunyi-sembunyi dan tidak diketahui orang lain, ternyata justru kadang jadi mengundang, fitnah, gosip, omongan yang tidak enak tentang kita. Mungkin karena orang lain tidak tahu kalau sebenarnya kita ini sudah melakukan amal shaleh, amal kebaikan seperti sedekah, tapi kita menyembunyikannya karena Allah. Maka karena ketidaktahuannya, orang-orang akan menilai kita ini sebagai orang yang pelit, tidak mau sedekah, tidak mau beramal saleh.
Untuk masalah seperti ini, sebaiknya jangan kita pedulikan omongan orang pada kita. Tetap saja jaga kerahasiaan amal kebaikan kita. Jangan pedulikan pandangan orang, cukup puas saja dengan pandangan Allah terhadap kita. Dan masalah omongan atau di gunjingkan yang tidak2, yang mungkin mengatakan kita itu pelit, kikir dan sebagainya, kita serahkan semua pada Allah.

v SARAN.

Dalam berbuat kebaikan, seperti sedekah dan lainnya, sebaiknya kita benar-benar merasa cukup hanya allah saja yang menjadi saksi diri kita Dan yang tidak kalah penting,  jangan sampai kita terjebak riya yang samar, seperti merasa bangga apabila kita sudah berhasil menyembunyikan amal kebaikan kita, kalau kita seperti itu, maka hancurlah amal kita.
DAFTAR PUSTAKA




Nata, Abiddin. 1996. Akhlak Tasawuf. Jakarta : PT raja grafindo Persada
Mustofa, Akhmad. 1999. Akhlak Tasawuf. Bandung : CV Pustaka Setia
Shaltat, Mahmud. 1994. Aqidah dan Syari’at Islam. Jakarta : Bumi Aksara
Al Baqir, Muhammad. 1994. Membentuk Akhlak Mulia. Bandung. Karisma.
http://m.suaramerdeka.com
http://m.suaramerdeka.com/bb/bblauncher/SMLauncher.jad



0 komentar:

Posting Komentar